Kepemimpinan wanita dalam dunia politik menjadi hal yang hangat
dibicarakan akhir – akhir ini, mulai dari miningkatkan jumlah minimum 30% kursi
di parlemen untuk perempuan, isu – isu kesetaraan gender yang mengatakan bahwa
wanita hanya menjadi pelayan seks bagi para suami mereka, dan berbagai hal
lainnya yang berkaitan dengan feminisme. Fenomena – fenomena inilah yang kini
menghasilkan perbincangan hangat sebenarnya bagaimana kedudukan wanita dalam
islam dan seperti apa pandangan islam terhadap wanita yang terlibat dalam
politik dan bahkan menjadi pemimpin dalam sebuah perpolitikan itu. Adanya
pandangan bahwa wanita di pandang lebih rendah dalam islam menjadi sebuah
perbincangan hangat pada kalangan penggiat feminism dan liberalism. Serta
adanya pendapat kaum feminis bahwa jika parlemen diisi dengan keseimbangan (equity) jumlah laki – laki dan
perempuan maka akan memberikan kesejahteraan[2].
Sebelum
membahas lebih jauh perlu di ketahui bahwa politik dalam islam di kenal dengan
as – siyasah adalah segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan penyelesaian
berbagai konflik dan menciptakan keamanan bagi masyarakat[3].
Sedangkan pemimpin seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan,
khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi
orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
pencapaian satu atau beberapa tujuan[4].
Berangkat dari sini maka apakah sebenarnya wanita itu diperbolehkan dalam
menjadi pemimpin dalam suatu organisasi, perusahaan dan bahkan negara dalam
perspektif islam.
Dikalangan fuqoha atau ahli fiqih menyatakan bahwa peran wanita
dalam politik masih menjadi perdebatan dan perbedaan pendapat. Namun pendapat
banyak ulama terutama para fuqoha salaf sepakat bahwa wanita dilarang menjadi
pemimpin. Kesepakatan ini didasari oleh firman Allah dalam surat An- Nisa ayat
34
Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki)
Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh,
ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[5] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena
Allah Telah memelihara (mereka)[6] wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya[7].
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[8].
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Hal senada juga dapat ditemui dihadist yang diriwayatkan Imam
Bukhari “Tidak akan beruntung suatu kaum yang meyerahkan kepemimpinannya
kepada seorang perempuan”. Inilah yang menjadi dasar kesepakatan para ulama
terhadap kepemimpinan perempuan.
Pernyataan dan kesepakatan ulama ini menjadi pertanyaan dan
pernyataan bahwa islam mendeskriditkan atau mengenyampingkan dan menganggap
wanita itu lebih rendah kedudukannya dalam islam. Berdasarkan padangan inilah
mulai bermunculan adanya berbagai faham yang menyatakan diri sebagai kaum
feminisme yang bercita – cita memajukan islam. Namun ulama kontemporer ternama
Yusuf Al – Qordhawi memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda terhadap
kepemimpinan wanita dalam berpolitik.
Qordhawi memperbolehkan
wanita dalam berpolitik. Beliau menjelaskankan bahwa penafsiran terhadap surat
an-nisa ayat 34 bahwa laki – laki adalah pemimpin bagi wanita dalam lingkup
keluarga atau rumah tangga. Jika ditinjau tafsir surat An – Nisa ayat 34 bahwa
laki – laki adalah pemimpin wanita, bertindak sebagai orang dewasa terhadapnya,
yang menguasainya, dan pendidiknya tatkala dia melakukan penyimpangan. “Karena
Allah telah mengunggulkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Yakni,
karena kaum laki – laki itu lebih unggul dan lebih baik daripada wanita. Oleh
karena itu kenabian hanya diberikan kepada kaum laki – laki[9].
Laki – laki menjadi pemimpin wanita yang dimaksud ayat ini adalah kepemimpinan
dirumah tangga, karena laki – laki telah menginfakkan hartanya, berupa mahar,
belanja dan tugas yang dibebankan Allah kepadanya untuk mengurus mereka. Tafsir
ibnu katsir ini menjelaskan bahwa wanita tidak dilarang dalam kepemimpinan
politik, yang dilarang adalah kepemimpinan wanita dalam puncak tertinggi atau top
leader tunggal yang
mengambil keputusan tanpa bermusyawarah, dan juga wanita dilarang menjadi
hakim. Hal inilah yang mendasari Qardhawi dalam memperbolehkan wanita
berpolitik.
Qordhawi juga menambahkan bahwa wanita boleh berpolitik
dikarenakan pria dan wanita dalam hal mu’amalah memiliki kedudukan yang sama
hal ini dikarenakan keduanya sebagai manusia mukallaf yang diberi tanggung
jawab penuh untuk beribadah, menegakkan agama, menjalankan kewajiban, dan
melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Pria dan wanita memiliki hak yang sama untuk
memilih dan dipilih, sehingga tidak ada dalil yang kuat atas larangan wanita
untuk berpolitik. Namun yang menjadi larangan bagi wanita adalah menjadi imam
atau khilafah (pemimpin negara).
Quraish Shihab juga menambahkan bahwa dalam Al – Qur’an banyak
menceritakan persamaan kedudukan wanita dan pria, yang membedakannya adalah
ketaqwaanya kepada Allah. Tidak ada yang membedakan berdasarkan jenis kelamin,
ras, warna kulit dan suku. Kedudukan wanita dan pria adalah sama dan diminta
untuk saling bekerjasama untuk mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya,
sebagai mana di jelaskan dalam surat At – Taubah ayat 71.
71. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Islam sebenarnya tidak
menempatkan wanita berada didapur terus menerus, namun jika ini dilakukan maka
ini adalah sesuatu yang baik, hal ini di nyatakan oleh imam Al – Ghazali dalam
Quraish (2008 : 915) pada dasarnya istri tidak berkewajiban melayani suami
dalam hal memasak, mengurus rumah, menyapu, menjahid, dan sebagainya. Akan
tetapi jika itu dilakukan oleh istri maka itu merupakan hal yang baik.
Sebenarnya suamilah yang berkewajiban untuk memberinya/menyiapkan pakaian yang
telah dijahid dengan sempurna, makanan yang telah dimasak secara sempurna[10].
Artinya kedudukan wanita dan pria adalah saling mengisi satu dengan yang lain,
tidak ada yang superior. Hanya saja laki – laki bertanggung jawab untuk
mendidik istri menjadi lebih baik di hadapan Allah SWT.
Sebenarnya hanyalah permainan kaum feminis saja yang menyatakan
bahwa laki – laki superior dibandingkan dengan wanita, agar mereka dapat
melakukan hal – hal yang melampaui batas, dengan dalih bahwa wanita dapat hidup
tanpa laki – laki, termasuk dalam hal seks, sehingga muncullah fenomena lesbian
percintaan sesama jenis, banyaknya fenomena kawin cerai karena sang istri
menjadi durhaka terhadap suami, padahal dalam rumah tangga pemimpin keluarga
adalah laki – laki, sedangkan dalam hal berpolitik tidak ada larangan dalam
islam untuk berpolitik dan berkarier.
Taqiyuddin al – Nabhani menjelaskan ada tujuh syarat seorang
kepala negara atau (Khalifah) dapat di bai’at yaitu muslim, laki – laki,
baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu.
Syarat muslim merupakan syarat mutlak untuk mengangkat pemimpin
dalam sebuah negara yang mayaritas penduduk islam, dan dilarangkan mengangkat
pimpinan dari kalangan kafir. Hal ini termaktub dalam surat An – Nisa ayat 144
144. Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali[11]dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata
bagi Allah (untuk menyiksamu) ?
Kedua laki – laki, wanita dalam hal ini dilarang menjadi
khalifah, imam, ulil amri, atau kepala negara dalam hal ini kepala negara tidak
dimaksud Presiden, yang dimaksud disini adalah kepemimpinan yang dapat
mengambil keputusan tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu, sedangkan presiden
dalam membuat keputusan harus dilakukan dengan bermusyawarah terlebih dahulu
terhadap pembantu – pembantunya baik menteri, staff ahli, maupun dengan
penasihat pribadinya.
Ketiga baligh, dengan syarat baligh maka pemimpin dibebani oleh
hukum, sehingga apa yang di pikulnya atau diamanahi kepada mereka maka akan
dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, baik hukum dunia, maupun hukum
dihadapan Allah.
Keempat berakal, orang yang hilang akalnya dilarang menjadi
pemimpin karena akan mengambil keputusan yang tidak tepat, dan kehilangan akal
akan membebaskan seseorang dari hukum, sehingga tidak dapat dimintai
pertanggung jawabannya.
Keliama adil, yaitu pemimpin yang konsisten dalam
menjalani agamanya hal ini termaktub dalam surah An – Nahl ayat 90
90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Keenam, merdeka terbebas dari perbudakan sehingga dapat mengambil keputusan
tanpa interfensi dari tuannya. Dan seorang hamba sahaya dilarang diangkat
menjadi pemimpin karena dia tidak memiliki wewenang untuk mengatur orang lain
dan bahkan terhadap dirinyapun tidak memiliki wewenang.
Ketujuh, mampu melaksanakan amanat khilafah, jika tidak mampu menjalankan
amanat maka tunggulah hasilnya. Sebagaimana di jelaskan dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhari ” Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya,
maka tunggulah Kiamat” (HR Bukhari).
Qardhawi dalam hal ini kembali mempertegas bahwa kepemimpinan kepala negara
dimasa sekarang ini kekuasaannya tidak sama dengan seorang ratu atau khalifah
di sama lalu yang identik dengan seorang imam dalam shalat. Sehingga kedudukan
wanita dan pria dalam hal perpolitikan adalah sejajar karena sama – sama
memiliki hak memilih dan hak dipilih. Dengan alasan bahwa wanita dewasa adalah
manusia mukallaf (diberi tanggung jawab) secara utuh, yang dituntut untuk
beribadah kepada Allah, menegakan agama, dan berda’wah .
Menurut Abu Hanifah seorang
perempuan dibolehkan menjadi hakim, tetapi tidak boleh menjadi hakim dalam
perkara pidana. Sementara Imam Ath – Thabari dan aliran Dhahiriyah membolehkan
seseorang perempuan menjadi hakim dalam semua perkara, sebagaimana mereka
membolehkan kaum perempuan untuk menduduki semua jabatan selain puncak
kepemimpinan negara[12].
Kesimpulan
Ulama – ulama kontemporer saat ini tidak mentafsirkan ayat al –
qur’an dan al-hadist mutlak dengan terjemahannya, namun dibahas berdasarkan
asbab – asbabnya, sehingga tidak memandang dalil dengan kacamata kuda.
Kepemimpinan wanita dalam perpolitikan menurut islam di perbolehkan, menurut
Qardhawi wanita diperbolehkan terjun berpolitik dan bahkan menjadi pemimpin
dalam sebuah negara. Qordhawi memandang kepemimpinan dalam sebuah negara pada
saat ini tidaklah sama dengan kepemimpinan khilafah yang dapat mengambil
keputusan secara langsung, sedangkan kepemimpinan negara pada saat ini dalam
mengambil keputusan harus dilakukan dengan bermusyawarah terlebih dahulu dengan
para menteri, ataupun dengan staff ahlinya. Hal senada juga di sampaikan oleh
Imam Ath – Thabari, bahwa puncak kepemimpinan yang tidak boleh diduduki oleh
perempuan adalah kepemimpinan khilafah yang meliputi seluruh umat Islam di
dunia, bukan puncak kepemimpinan di sebuah kawasan atau negara tertentu semata,
yang pada saat ini lebih dikenal dengan kepemimpinan “waliyul wilayah” yakni
kepemimpinan de facto yang bersifat regional. Kepemimpinan ini boleh di pegang
oleh perempuan. Disamping itu beliau juga menyatakan bahwa wanita boleh menjadi
hakim disegala urusan perkara yang ada. Namun Imam Abu Hanifah memperpolehkan
menjadi hakim namun dilarang menjadi hakim yang memutuskan perkara pidana.
Larangan perempuan menjadi pemimpin dalam perpolitikan
dikarenakan memandang dengan kaca mata kuda, sehingga mengabaikan kajian yang
lebih dalam, berkaca dari kesuksesan ratu Balqis dalam memimpin dengan adil,
jujur, taat ibadah dan berhasil membawa rakyatnya hidup sejahtera sehingga ini
dapat mematahkan pernyataan bahwa terlarangnya wanita dalam memimpin di
perpolitikan.
Wallahu
a’lam bissawab……..
Playtech casino - Dr.CMD
BalasHapusThe world's largest 당진 출장샵 gambling market 평택 출장마사지 is expected to 시흥 출장마사지 reach a at its 서귀포 출장안마 casino. Its revenue rose more than 22 percent in the 군산 출장안마 second quarter of 2020. The