Muhammad Al Fatih merupakan
pemuda yang mampu mewujudkan salah satu bisyaroh nubuwah. Kisah perjuangannya
mampu menjadi inspirasi bagi para pejuang tegaknya syariat Islam dan khilafah
dalam mewujudkan janji Allah dan bisyaroh nubuwah. Ada beberapa ibroh yang bisa
kita ambil dari kisah selama hidupnya.
Mental al Fatih
sejak kecil
Sejak kecil pada diri al
Fatih sudah ditanamkan jiwa pemimpin terbaik, penakluk Konstantinopel, anak
yang kelak akan mewujudkan sebuah bisayroh nubuwah. Syaikh Aaq Syamsudin,
secara istiqomah mengajarkan dan mengulang-ulang bisyaroh nubuwah, kisah jihad dan
futuhat para shahabat dan pendahulu al Fatih yang ingin menaklukkan
Konstantinopel, serta yang terpenting adalah ketaatan totalitas pada Sang
Kholiq. Sejarah telah mencatat, bahwa semenjak baligh hingga akhir hidupnya al
Fatih tidak pernah meninggalkan shalat rowatib dan sholat tahajud, selama
hidupnya ia menjadikan syariat selalu didepan matanya dan berusaha jangan
sampai melanggar syariat yang Islam mulia ini.
Al Fatih juga manusia,
sama seperti kita yang juga berjuang dan berdakwah demi tegaknya izzul Islam
wal muslimin. Hanya mungkin kalau kita mau bertanya pada diri kita, sudah
sejauh mana upaya kita untuk dapat mewujudkan bisyaroh nubuwah tegaknya kembali
Daulah Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwah. Jika hanya untuk menaklukkan “sebuah
kota” al Fatih sudah melakukan persiapan sejak dini dengan bermacam aktivitas
untuk mengasah kemampuannya dan amal ibadah untuk selalu dekat dengan Allah,
Bagaimana dengan kita yang memiliki cita-cita untuk menegakkan kembali Daulah
Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwah?
Pemuda yang berani
menasehati pemimpin
Pada saat usianya masih
belia, al Fatih sudah mendapatkan amanah untuk memimpin ibu kota Negara
Khilafah menggantikan ayahnya Sulthan Murad II yang pergi beruzlah untuk
bertaqorub kepada Allah. Ia laksanakan amanah itu dengan penuh tanggung jawab.
Pada saat melaksanakan amanah ini, al Fatih mendapatkan serangan dari Pasukan
Salib di Varna-Bulgaria. Terdesak karena masih minimnya jam terbang dalam
menjalankan pemerintahan, kemudian ia meminta ayahnya untuk turun membantunya,
namun ayahnya selalu menolaknya. Beberapa kali ia mengirim surat kepada
ayahnya, namun bantuan yang diharapkan tak kunjung datang. Akhirnya, al-Fatih
menulis surat kepada ayahnya yang isinya
Siapakah yang saat ini
menjadi sulthan Saya atau ayah?
Kalau ayahanda yang
menjadi sulthan, maka seharusnya seorang pemimpin berada di tengahrakyatnya
dalam situasi seperti ini
Kalau Saya yang menjadi
sulthan, maka sebagai pemimpin, saya perintahkan ayahanda sekarang juga
untuk datang kemari ikut memimpin pasukan membela rakyat.
Jiwa pemberani untuk
mengkoreksi pemimpin seperti yang pernah dilakukan al Fatih perlu untuk kita
adopsi, apalagi di saat para pemimpin di negeri ini tidak menerapkan Syariat
Islam, sering mendzolimi umat dan banyak yang bermaksiat kepada Allah. Bukankah
Rasulullah saw pernah bersabda :
سَيِّدُ
الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بن عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ
جَائِرٍ ، فَنَهَاهُ وَأَمَرَهُ ، فقتلُه
“Pemimpin para syuhada
adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan seseorang yang berdiri dihadapn pemimpin
zhalim dan tidak adil, lalu dia mengajak dan mencegahnya hingga ia dibunuh.”
(Al-Hakim dan At-Thabrani)
Ada yang berminat?
Catatan prestasi emas al
Fatih
Keseriusan al Fatih
dalam mewujudkan cita-cita untuk menaklukkan konstantinopel juga diikuti dengan
berbagai catatan prestasi emasnya, diantaranya :
1.
Semenjak aqil baligh
hingga meninggal dunia al Fatih tidak pernah meninggalkan sholat rowatib dan
sholat tahajjud;
2.
Menjadi gubernur ibu
kota daulah khilafah pada usia 21 tahun;
3.
Menguasai 7 bahasa pada
usia 23 tahun;
4.
Membentuk Pasukan Inkisaria,
sekitar 40.000 pasukan elit dengan program pelatihan terpadu sejak kecil
dilatih fisik, akademis, strategi perang, ilmu ushul fiqh, dan semua disiplin
ilmu lain. Setengah pasukan
al-Fatih selalu melaksanakan tahajjud pada malam hari
5.
Pada tahun 1452 M, al
Fatih membangun benteng Rumeli Hisari dengan tinggi 82 meter, dengan 5000
pekerja selesai dalam waktu 4 bulan
6.
Membuat The Great
Turkish Bombard (first Supergun)
7.
Bersama pasukannya mampu
memindahkan 70 kapal perang dari Selat Bosphorus menuju Selat Tanduk melalui
Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam dengan menggunakan tekhnologi yang ada
pada waktu itu.
8.
Tepat pada hari Selasa
tanggal 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan tanggal 29 Mei 1453 M adalah “tanggal
keramat” bagi bangsa Eropa karena pada tahun inilah al Fatih mendapat
pertolongan dari Allah, berhasil mewujudkan bisyaroh nubuwah untuk menaklukan
Konstantinopel setelah melewati 54 hari pertempuran dan 825 tahun penantian.
Khutbah meraih kemenangan
Sebelum menaklukkan Konstantinopel, ada khutbah yang disampaikan
al Fatih untuk selurh pasukannya :
“Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah
SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti,
maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits
ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada
para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini,
akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap
pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada
diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak
mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan
mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut
terjun dalam pertempuran”
Dari khutbah diatas telah jelas bahwa al Fatih sadar bahwa kelak
jika Ia berhasil menaklukkan Konstantinopel, hal itu semata-mata hanya atas
pertolongan dan izin dari Allah SWT, bukan karena kemampuan strategi perang,
kekuatan pasukan atau senjatanya. Maka al Fatih berpesan: “Untuk itu, wajib
bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan
sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini.”
Wasiat dari al Fatih
Menjalani hari-hari terakhirnya setelah diracun, Muhammad al-fatih
merasaan kematian mungkin akan segera datang. Ia telah lakukan apa yang ia bisa
rasa bisa. Ia telah jalani apa yang ia yakini mesti. Ia telah berikan apa yang
ia anggap punya. Ia tunaikan apa yang ia tahu itu menjadi tanggungjawabnya.
Maka bila takdir telah membuatnya berkuasa di usia muda dan harus membuatnya
mati dalam usia yang belum terlalu tua, hari itu ia merasa layak bicara. Bila
ia harus mencari alasan, mungkin hanya satu : ia telah bekerja.
Tiga puluh satu tahun setelah dilaluinya dalam pegabdian, kerja,
karya, yang luar biasa. Bila kemudian di hari itu ia hendak bicara, itu sudah
semestinya. Ia hendak bicara atas apa yang telah dilakukannya, sebagai sebuah
wasiat untuk anaknya yang akan meneruskan kepemimpinannya. Maka kepada anaknya
ia sampaikan wasiat:
“Aku sudah diambang kematian. Tapi aku berharap aku tidak kawatir,
karena aku meninggalkan seseorang sepertimu. Jadilah seorang pemimpin yang
adil, shalih dan penyayang. Rentangkan pengayomamu untuk rakyatmu, tanpa
kecuali, bekerjalah untuk menyebarkan islam. Karena sesungguhnya itu merupakan
kewajiban para penguasa di muka bumi. Dahuluklan urusan agama atas apapun urusan
lainnya. Dan janganlah kamu jemu dan bosan untuk terus menjalaninya. Janganlah
engkau angkat jadi pegawaimu mereka yang tidak peduli dengan agama, yang tidak
menjauhi dosa besar, dan yang tenggelam dalam dosa. Jauhilah olehmu bid’ah yang
merusak. Jagalah setap jengkal tanah islam dengan jihad. Lindungi harta di
baitul maal jangan sampai binasa. Janganlah sekali-kali tanganmu mengambil
harta rakyatmu kecuali dengan cara yang benar sesuai ketentuan islam. Pastikan
mereka yang lemah mendapatkan jaminan kekuatan darimu. Berikanlah
penghormatanmu untuk siapa yang memang berhak.”
“Ketahuilah, sesungguhnya para ulama adalah poros kekuatan di
tengah tubuh negara, maka muliakanlah mereka. Semangati mereka. Bila ada dari
mereka yang tinggal di negeri lain, hadirkanlah dan hormatilah mereka.
Cukupilah keperluan mereka.”
“Berhati-hatilah, waspadalah, jangan sampai engkau tertipu oleh
harta maupun tentara. Jangan sampai engkau jauhkan ahli syari’at dari pintumu.
Jangan sampai engkau cenderung kepada pekerjaan yang bertentangan dengan ajaran
islam. Karena sesungguhnya agama itulah tujuan kta, hidayah itulah jalan kita.
Dan oleh sebab itu kita dimenangkan.”
“Ambilah dariku pelajaran ini. Aku hadir ke negeri ini bagaikan
seekor semut kecil. Lalu allah memberi nikmat yang besar ini. Maka tetaplah di
jalan yang telah aku lalui. Bekerjalah untuk memuliakan agama islam ini,
menghormati umatnya. Janganlah engkau hamburkan uang negara, berfoya-foya, dan
menggunakannya melampaui batas yang semestinya. Sungguh itu semua adalah
sebab-sebab terbesar datangnya kehancuran.”
Itulah wasiat al-Fatih. Ia telah mencatatkan tinta emas dalam
sejarah dan mengukir prestasi yang insya Allah layak dibanggakan dihadapan
Allah SWT dengan membuktikan pada dunia melalui usaha yang nyata. Kini tinggal
kita wahai Saudaraku, yang akan merealisasikan hadits Rasulullah SAW
“….tsumma takuunu khilafatan ‘ala minhajin nubuwwah” dengan fikrah Islam dan
thoriqah Rasulullah sebagai senjata kita, akan segera kita taklukkan atas izin
Allah, ideologi Kapitalis yang saat ini sebagai benteng kuat di benak seluruh
penguasa kaum muslim, dan kita dirikan diatas puing-puingnya Negara KHILAFAH
ISLAMIYAH!!! ALLAHU AKBAR!!!
Wallahu a’laam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar